Senin, 05 Mei 2008

Tinjauan


Menyoal Kekerasan Pada Anak

Hak Anak & Kewajiban Negara


Kasus-kasus yang menimpa pada anak-anak karena tindakan kekerasan baik itu dilakukan dilingkungan keluarga misalkan orang tua, maupun yang dilkukan oleh masyarakat bahkan negara telah menjadi sebuah realitas sosial. Ada orangtua yang menyetrika kaki, menyiram dengan air panas, pemerkosaan terhadap anak kandung atau anak tiri oleh sang bapak dan juga pemukulan dan bahkan pembunuhan. Itu baru kekerasan fisik yang berakibat pada trauma berat pada sang anak.

Ada juga dalam bentuk non-fisik seperti kurangnya perhatian dan kasih sayang, memarahi anak hampir setiap saat, mengkomersialkan anak sebagai pelacur, sebagai pengamen jalanan, dan diusir keluar rumah. dsb. Latar belakang kekerasan bermacam-macam, ada yang menyebutkan si anak memang bandel atau susah diatur, pola asuh yang salah, pelampiasan emosi orang tua akibat himpitan ekonomi, dan karena tidak sadar ketika melakukan kekerasan. Namun bukan berarti pada keluarga yang tergolong ekonomi kuat tidak terjadi kekerasan pada anak.

Semua di atas ditinjau dari sisi mikro keluarga. Dari sisi makro, kondisi kemorosotan sosial ekonomi, lemahnya penegakkan hukum, seringnya tayangan dan tampilan media tentang kekerasan dan seks, degradasi moral kolektif di kalangan ‘tokoh’ masyarakat dan pemimpin bangsa, pola pendidikan yang mensakralkan kecerdasan intelektual semata, dan kurangnya sosialisasi penumbuhan rasa kasih sayang sesama dan perdamaian, ikut memicu terjadinya kekerasan pada anak.

Kemudian apa yang harus kita lakukan dalam rangka menekan angka kekerasan pada anak!? Tentunya kita harus tahu dan paham tentang hukum yang mengatur perlindungan anak, yang didalamnya menjelskan hak-hak yang dimiliki oleh anak. Dan beriukutnya adalah menanamkan kesadaran pada diri kita semua untuk bahwa anak adalah adalah amanah dari Allah SWT yang nantinya akan dimintai pertanggung jawabannya, yakni bagaimana merawatnya, agamanya/akhlaknya, pendidikannya dan masa depannya.[rat]

Tinjauan

80 Persen Kekerasan Anak Dilakukan Orang Terdekat

Ditulis Tempo Interaktif (19 Nopember 2007) dalam beritanya menyebutkan 80 persen kekerasan terhadap anak dilakukan oleh orang terdekat. Hal tersebut menurut Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia F Hatta disebabkan karena kultur yang berkembang di masyarakat, yakni anggapan bahwa anak adalah sumber eksploitasi ekonomi dan tenaga.

Oleh karena itu yang mesti dilakukan adalah pentingnya perubahan kultur dan cara pandang masyarakat untuk mengurangi terjadinya kekerasan pada anak-anak. Peran tokoh masyarakat, agama, dan adat sangat besar dalam merubah kultur yang ada di masyarakat.

Berdasarkan data yang dilansir oleh Survei Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, BPS tahun 2006 dalam Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia menyebutkan beberapa kasus yang menimpa anak Indonesia yang menduduki jumlah paling banyak adalah peristiwa pernah mengalami pelecehan yakni yang terbesar pada kelompok umur 15-19 sebesar 20.107 orang, pada kelompok umur 0-4 tahun sebesar 24.277 orang, kelompok umur 5-9 tahun sebesar 27.399 dan pada kelomopk umur 10-14 tahun sebesar 27.594 orang.

Untuk peristiwa anak yang pernah mengalami penganiayaan yang terbesar pada kelompok umur 5 - 9 tahun yakni sebesar 667 orang dan kelompok umur 10-14 tahun sebesar 642 orang, sedangkan pada kelompuk umur 0-4 tahun sebesar 252 orang dan pada kelompok umur 15-19 sebesar 278 orang.

Sedangkan korban tindakan kekerasan pada anak pada kelompok umur 10-14 tahun menduduki jumlah yang terbayak yakni sebesar 1.146 orang, pada kelompok umur 0-4 tahun sebesar 400 0rang, pada kelomopk umur 5-9 tahun sebesar 1.025 orang dan pada kelomopk umur 15-19 tahun sebesar 719 orang.

Eksploitasi Seksual Komersial Anak

Di Indonesia, prevalensi pelacuran anak dibawah 18 tahun diduga mencapai 30 persen dari seluruh pekerja seks komersil yang beroperasi di seluruh wilayah negeri (UNICEF, 1999:102). Ini berarti mencapai angka 40.000-70.000 anak atau bahkan mencapai lebih dari 150.000 anak (1997).

Beberapa daerah di Indonesia dikategorikan menjadi daerah sumber, daerah transit, dan daerah penerima anak-anak yang dilacurkan. Di Jawa Barat, anak-anak yang dilacurkan kebanyakan berasal dari daerah Indramayu, Subang, Cirebon, Banten, Karawang, Cianjur, Sukabumi, Kuningan, dan Bandung (ILO, 2004). Anak-anak tersebut dilacurkan di lokalisasi pelacuran di sepanjang jalur pantai utara Jawa yang terbentang dari Karawang, Cikampek, Subang, Indramayu, hingga Cirebon. Pada tahun 2003, jumlah pelacur di Jawa Barat sebanyak 22.380 orang. Dari jumlah tersebut diperkirakan anak yang dilacurkan mencapai 9.000 orang yang berusia antara 14 - 18 tahun.

Data lain yang terkait dengan eksploitasi seksual komersial anak (ESKA) adalah kasus pedofilia. Pada tahun bulan Mei - Juli 2005, ditemukan 173 anak yang menjadi korban pedofilia di provinsi Nusa Tenggara Barat yang tersebar di daerah Nusadi Praya, Sengigi, Kute, Tiga Gili, dan Senaru. Para pelakunya yang berhasil diidentifikasi berjumlah 17 orang berasal dari Australia, Belanda, Jerman, Amerika Serikat, dan Afrika (Yayasan Tunas Alam Indonesia, 2008).[]


Tulisan ini diambil dari: Tempo Interaktif 19 Nopember 2007 & Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, 2008.

Minggu, 13 April 2008

Para Pegiat KBB Lentera Zaman


Personal Suport: Ahmad Jayadi (The Habibie Centre) (Foto kiri)
Ketua Dewan Pendiri: Ratno Sulistiyanto (Foto tengah)
Koordinator Pengelola: Surti Kanti (Foto kiri)

Daftar Nama & Profil Anak Didik Th 2008



DAFTAR NAMA & PROFIL

ANAK DIDIK KBB LENTERA ZAMAN

Tahun 2008


  1. Mellati Raymond Putri, kelas 4 SD Jatiwaringin XI Pondok Gede Bekasi, Bpk Pedagang Baju di Pasar

  2. Inez, kelas 4.Jatiwaringin XI Pondok Gede Bekasi, Setiao sore jam 3-5 membantu membersihkan sekolahan di SD Jatiwaringin XI Pondok Gede Bekasi (diupah Rp.2500).

  3. Maman, kelas 4. Jatiwaringin XI Pondok Gede Bekasi.Bpk Pedagang.

  4. Dadi, kelas 3 Jatiwaringin XI Pondok Gede Bekasi, Bpk Pedagang ikan pindang di pasar.

  5. Fadillah, kelas 4 SD Jatiwaringin XI Pondok Gede Bekasi, Bpk sopir pribadi.

  6. Bulan, kelas 3 SD Jatiwaringin XI Pondok Gede Bekasi, Bpk Pedagang.

  7. Linda, kelas 4 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi, Bpk Pedagang.

  8. Ancha, 3 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi, Bpk pengumpul barang bekas Kalo hari hujan ojek payung.

  9. Ayu Lestari, kelas 1 SMP Trisastra Pondok Gede Bekasi, Setiap sore jam 3-5 membantu membersihkan sekolahan di SD Jatiwaringin XI (diupah Rp.2500).

  10. Mutia, kelas SMP Trisastra Pondok Gede Bekasi, Bpk Pedagang Daging.

  11. Silvi, kelas 1 SMP Trisastra Pondok Gede Bekasi, Bpk wiraswasta.Agus Budiman, kelas 6 SD Jatiwaringin XI Pondok Gede Bekasi. Bpk Pedagang di pasar.

  12. Agung, kelas 6 SD Jatiwaringin XI Pondok Gede Bekasi, Bpk Pedagang warung.Yanda

  13. Topan, kelas 4 SDN 08 JAKTIM, Bpk SATPAM. Jika hari hujan ojek payung.

  14. Sela Puspita, kelas 3 Jatiwaringin VII Pondok Gede Bekasi. Bpk SATPAM. Jika hari hujan ojek payung.

  15. Fitri A, kelas 3 SD Jatiwaringin II Pondok Gede Bekasi, Bpk Tukang Ojek.

  16. Retno Septiyanti, kelas 2 SD Jatiwaringin VII Pondok Gede Bekasi. Putus sekolah. Jika hari hujan ojek payungNur Aini, kelas 2 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpk Pedagang di pasar.

  17. M Iksan, kelas 2 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpk Pedagang di pasar

  18. Kiki Ilira Kasiwi (Rizki) kelas 3 SD Jatiwaringin VII Pondok Gede BekasiBpk Pedagang di pasar. Jika hari hujan ojek payung.

  19. Edi, TK Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpk Pedagang.

  20. Alvian, kelas 3 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpk kerja Kuli

  21. Diah, Kelas 3 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpk Pekerja serabutan.

  22. Ryan Darmawan, kelas 4 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpk Kerja SATPAM

  23. Nurwahid, kelas 3 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpk pedagang

  24. Alang R, kelas 3 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Anak Yatim, Ibu Jualan/buka warung.

  25. M Febian, kelas 4 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpk pedagang

  26. Oca, Kelas 4 SD Jatiwaringin Pondok Gede BekasiOrtu Juanlan warung

  27. Fitri B, kelas 3 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpk karyawan swasta, Tiap sore menbantu buat tas (ngelem)

  28. Agus, kelas 4 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Ortu Pedagang di pasar.

  29. Nipah, kelas 4 SDJatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpk Kerja SATPAM.

  30. Rama, kelas 3 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpk wiraswasta.

  31. Slamet (Ari), Kelas 3 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpk pedagang di pasar.

  32. Reza, kelas 4 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpk wiraswasta.Sincia, kelas 1 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpl kerja di bengkel.

  33. Bintang, kelas 5 SDN 14 Petang Jaktim, Karyawan swastaFadil, kelas 5 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpk wiraswasta.

  34. Noval, kelas 5 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpk dagang baju.

  35. Shania, kelas 5 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpk wiraswasta.

  36. Illyas, kelas 5 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Anak Yatim, Ibu dagang kue di sekolahan.

  37. Roni, kelas 5 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Buruh pabrik.Aris, kelas 5 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi, Bpk dagang alat rumah tangga.

  38. Urip Riyadi, klas 1 SMP Lubang Buaya Jak Tim. Bpk dagang di pasar

  39. Wiwik (laki2), kelas5 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpk wiraswasta.

  40. Iqbal, kelas 3 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bapak Pedagang.Farida, kelas 3 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Karyawan swasta.

  41. Anisa, Kelas 3 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpk wiraswasta.Melli, kelas 3 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpk pedagang.Diva, kelas 4 SDJatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpk pedagang.

  42. Amif, kelas 4 SD Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi. Bpl Karyawan swasta.

Senin, 07 April 2008

Artikel Tamu



Kapitalisme dan Seleksi Alam di Bidang Ekonomi
Oleh:HARUN YAHYA


Istilah kapitalisme berarti kekuasaan ada di tangan kapital, sistem ekonomi bebas tanpa batas yang didasarkan pada keuntungan, di mana masyarakat bersaing dalam batasan-batasan ini. Terdapat tiga unsur penting dalam kapitalisme: pengutamaan kepentingan pribadi (individualisme), persaingan (kompetisi) dan pengerukan kuntungan. Individualisme penting dalam kapitalisme, sebab manusia melihat diri mereka sendiri bukanlah sebagai bagian dari masyarakat, akan tetapi sebagai “individu-individu” yang sendirian dan harus berjuang sendirian untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. “Masyarakat kapitalis” adalah arena di mana para individu berkompetisi satu sama lain dalam kondisi yang sangat sengit dan kasar. Ini adalah arena pertarungan sebagaimana yang dijelaskan Darwin, di mana yang kuat akan tetap hidup, sedangkan yang lemah dan tak berdaya akan terinjak dan termusnahkan, dan tempat di mana kompetisi yang sengit mendominasi.
Menurut cara berpikir yang dijadikan dasar berpijak kapitalisme, setiap individu – dan ini dapat berupa seseorang, sebuah perusahaan atau suatu bangsa – harus berjuang atau berperang hanya untuk kemajuan dan kepentingannya sendiri. Yang paling menentukan dalam peperangan ini adalah produksi. Para produsen yang paling unggul akan bertahan hidup, sedang yang lemah dan tidak mampu bersaing akan tersingkir dan mati. Inilah sistem yang sedang berlaku, dan seolah tidak ada kepedulian bahwa mereka yang tersingkirkan dalam perjuangan sengit ini, mereka yang terinjak-injak dan jatuh ke jurang kemiskinan adalah manusia. Sebaliknya yang justru dianggap lebih penting bukanlah manusia, akan tetapi pertumbuhan ekonomi, dan barang-barang, yakni produk dari pertumbuhan ekonomi ini. Dengan sebab ini, mentalitas kapitalis tidak merasakan adanya tanggung jawab moral atau hati nurani atas orang-orang yang terinjak di bawah kaki mereka, dan yang harus hidup dengan berbagai kesulitan. Ini adalah Darwinisme yang diterapkan secara menyeluruh pada masyarakat di bidang ekonomi
Seorang pendukung teori evolusi dalam bukunya The Moral Animal, Robert Wright, mengulas secara singkat tentang pengertian Darwinisme Sosial serta bencana kemanusiaan akibat munculnya teori evolusi, bahwa:
“Tidak dapat dipungkiri, teori evolusi memiliki sejarah panjang yang kelam dalam penerapannya pada hubungan antar manusia. Setelah bercampur dengan filsafat politik di sekitar peralihan abad ini, untuk membentuk ideologi yang tidak jelas, yang dikenal dengan “Darwinisme Sosial”, ideologi ini digunakan oleh kaum rasis, fasis dan kapitalis yang tidak memiliki hati nurani” 1
Dengan menyatakan perlunya mendorong kompetisi di berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan memaklumkan tidak perlunya memberikan kesempatan atau bantuan bagi masyarakat yang lemah di sektor apapun, baik kesehatan maupun ekonomi, para perumus Darwinisme Sosial terkemuka telah meletakkan dukungan “filosofis” dan “ilmiah” bagi kapitalisme. Misalnya, menurut Tille, sosok terkemuka yang mewakili mentalitas kapitalis-Darwinis, menyatakan bahwa adalah kesalahan besar untuk mencegah kemiskinan dengan memberikan bantuan atau pertolongan bagi “kelas-kelas yang tersingkirkan”, sebab ini berarti ikut campur dalam proses seleksi alam yang mendorong berlangsungnya evolusi. 2
Dalam pandangan Herbert Spencer, perumus terkemuka Darwiniwme Sosial, yang juga memasukkan prinsip-prinsip Darwinisme pada kehidupan masyarakat, jika seseorang itu miskin maka ini adalah kesalahannya; tak seorangpun berkewajiban menolong orang ini untuk bangkit (dari kemiskinannya). Jika seseorang itu kaya, bahkan jika ia telah mendapatkan kekayaannya melalui cara yang amoral, maka hal ini adalah karena kecakapannya. Oleh karena itu, orang yang kaya akan tetap bertahan hidup, sedangkan yang miskin akan tersingkirkan dan terhapuskan. Ini adalah pandangan yang telah hampir mendominasi secara keseluruhan pada masyarakat jaman sekarang, dan merupakan gambarang singkat tentang moralitas kapitalis-Darwinis.
Spencer, yang mendukung dan mempertahankan moralitas ini, mneyelesaikan karyanya berjudul Social Statistics pada tahun 1850, dan menolak semua sistem bantuan (untuk masyarakat) yang diusulkan oleh negara, antisipasi bagi perlindungan terhadap kesehatan, sekolah-sekolah negeri, dan vaksinasi wajib. Sebab menurut Darwiniwme Sosial, tatanan masyarakat terbentuk dari prinsip bahwa yang kuat akan tetap bertahan hidup. Pemberian bantuan dan pemberdayaan bagi masyarakat lemah dan menjadikan mereka tetap bertahan hidup adalah pelanggaran terhadap prinsip ini. Yang kaya tetap kaya dikarenakan mereka lebih mampu bertahan hidup; sebagian bangsa menjajah bangsa lain, sebab bangsa-bangsa penjajah ini lebih cerdas dan unggul. Spencer bersiteguh menerapkan doktrin ini: “Jika mereka benar-benar layak untuk hidup, mereka akan hidup, dan sudah sebaiknya jika mereka harus hidup. Jika mereka benar-benar layak untuk mati, mereka akan mati, dan adalah paling baik jika mereka harus mati” (3)
Graham Sumner, Professor Ilmu Politik dan Sosial di Universitas Yale, adalah juru bicara Darwinisme Sosial di Amerika. Dalam salah satu tulisannya, ia merangkum pandangannya tentang masyarakat manusia sebagai berikut:
...jika kita mengangkat seseorang ke atas kita harus memiliki tumpuan, yakni titik reaksi. Dalam masyarakat ini berarti bahwa untuk mengangkat seseorang ke atas maka kita harus mendorong yang seseorang yang lain ke bawah.
Richard Milner, editor senior pada Majalah Natural History terbitan American Museum of Natural History, New York, menulis:
Salah satu juru bicara terkemuka Darwinisme Sosial, William Graham Sumner dari Princeton, berpandangan bahwa kaum jutawan adalah individu-individu yang paling mampu (bertahan hidup) dalam masyarakat dan berhak mendapatkan hak-hak istimewa. Mereka “secara alamiah telah terseleksi di arena kompetisi”
Sebagaimana telah kita ketahui dari pernyataan-pernyataan ini, para Darwinis sosial menggunakan teori evolusi Darwin sebagai pernyataan “ilmiah” bagi masyarakat kapitalis. Akibat dari hal ini, masyarakat telah kehilangan ajaran-ajaran yang telah dibawa oleh agama seperti saling tolong-menolong, kedermawanan, dan kerjasama; sebaliknya semua ini telah tergantikan oleh sifat mementingkan diri sendiri, kikir dan oportunisme. Menurut perumus terkemuka Darwinisme sosial, Profesor E.A. Ross asal Amerika,”Bantuan kemanusiaan oleh kaum Kristiani sebagai sarana beramal baik telah memunculkan tempat berlindung di mana orang-orang sangat idiot tumbuh dan berkembang biak.” Lagi menurut Ross,”Negara mengumpulkan orang-orang bisu dan tuli di tempat-tempat penampungannya, dan ras bisu dan tuli sedang dalam proses pembentukan.” Ross menolak semua ini karena dianggap mencegah berlangsungnya proses evolusi di alam.
Begitulah, Darwinisme telah meletakkan landasan filosofis bagi semua sistem ekonomi kapitalis di dunia dan sistem politik yang dibentuk oleh sistem ekonomi ini.
Tidak mengherankan jika para pendukung utama Darwinisme Sosial adalah para pemilik kapital. Kemunculan yang kuat dengan menginjak-injak yang lemah dan dengan meyakini kebijakan ekonomi yang sangat jauh dari rasa belas kasih, tolong-menolong dan cinta sesama tidak lagi menjadi sesuatu yang terkutuk. Sebab perilaku seperti ini dianggap sebagai sejalan dengan “penjelasan ilmiah” dan “hukum alam”, yakni evolusi.
Menurut Richard Hofstadter, penulis buku Social Darwinism in American Thought, juragan perkeretaapian, Chauncey Depew mengatakan bahwa orang-orang yang memiliki ketenaran, keberuntungan dan kekuasaan di kota New York mewakili mereka yang paling kuat dan layak untuk tetap bertahan hidup, melalui kecakapan mereka yang unggul, kemampuan berpikir ke depan dan kemampuan beradaptasi”. Baron kereta api yang lain, James J. Hill, mengatakan bahwa “keberuntungan perusahaan-perusahaan perkeretaapian ditentukan oleh hukum kemampuan bertahan hidup bagi yang layak dan kuat”
Dalam biografinya, Andrew Carnegie, seorang pemilik kapital utama di Amerika, menyatakan kepercayaannya pada evolusi dengan perkataannya, “Saya telah menemukan kebenaran evolusi.” (4) Dalam bagian lain ia menuliskan perkataan ini:
(Hukum kompetisi) itu ada di sini; kita tidak dapat menghindarinya; tak ada penjelasan lain yang telah ditemukan untuk menggantikannya; dan kendatipun hukum ini mungkin terkadang terasa berat bagi individu, namun inilah yang terbaik bagi sekelompok ras, sebab hal ini menjamin kelangsungan bertahan hidup bagi yang paling layak di semua aspek (kehidupan)”
Dalam artikel Darwin’s Three Mistakes, ilmuwan evolusioner Kenneth J. Hsü, membongkar pemikiran Darwinis kaum kapitalis Amerika, termasuk pernyataan Rockefeller yang menyatakan bahwa, “pertumbuhan bisnis besar hanyalah sekedar [tentang kemampuan] individu yang kuat [untuk] tetap bertahan hidup; [hal] tersebut hanyalah cara kerja hukum alam.” (5)
Sungguh sangat menarik bahwa di Amerika, lembaga-lembaga seperti Rockefeller Foundation dan the Carnegie Institution, yang didanai oleh para raja kapitalis seperti Rockefeller dan Carnegie, memberikan bantuan dana yang cukup besar untuk penelitian di bidang evolusi.Sebagaimana telah dipahami dari apa yang telah diuraikan, kapitalisme telah menyeret manusia untuk menyembah hanya uang dan kekuatan yang bersumber dari uang. Dengan menganggap segala ajaran agama dan etika sebagai sesuatu yang tidak bermakna, masyarakat yang terpengaruh oleh gagasan evolusi mulai lebih mementingkan peranan dan kekuatan yang bersifat materi, dan terseret menjauhi perasaan seperti cinta, kasih sayang dan pengorbanan.
Moralitas kapitalis ini telah menjadi sangat berpengaruh hampir di seluruh masyarakat masa kini. Dengan dalih ini, kaum miskin, lemah dan tak berdaya tidak diberikan bantuan serta perlindungan. Bahkan jika mereka terjangkiti penyakit parah dan mematikan, mereka tidak mampu mendapatkan siapa saja yang dapat membantu mengobati. Kaum papa diterlantarkan begitu saja dengan penyakitnya hingga meninggal. Di banyak negara, berbagai kedzaliman dan tindakan tak manusiawi seperti pemaksaan anak-anak secara kasar untuk bekerja dan perampasan hak-hak sosial sangatlah sering dijumpai.
Saat ini, alasan mengapa bangsa-bangsa seperti Ethiopia terjerembab dalam kekeringan dan kelaparan adalah dominasi moral kapitalis ini. Kendatipun bantuan dari banyak negara mampu untuk menyelamatkan orang-orang yang kelaparan ini, namun mereka diterlantarkan kelaparan dan miskin begitu saja.[]
_____________________
1. Robert Wright, The Moral Animal, Vintage Books, New York, 1994, hal.7.
2.Alaeddin Senel, Irk ve Irkcilik Dusuncesi (The Idea of Race and Racism), Ankara: Belem ve Sanat Yayinlari, 1993, hal. 61.
3.Herbert Spencer, Social Status, 1850, hal. 414-415
4. Andrew Carnegie, Autobiography, Boston 1920, p327, cited in Richard Hlfstadter, Social Darwinism in American Thought, Boston, Beacon Press, 1955, hal. 45.
5. Kenneth J. Hsü, “Darwin Three Mistakes”, Geology, vol. 14, June 1986, hal. 534.

Kamis, 27 Maret 2008

Galery


Nampak Pendiri KBB Lentera Zaman (Ratno Sulistiyanto) bersama Ahmad Jayadi (Personal Suport) dari The Habibie Centre foto bersama setelah mengikuti Diskusi Tokoh: Mengenang Tahun Sutan Takdir Ali Syahbana (STA) di THC Jakarta.

Minggu, 23 Maret 2008

Usaha Mandiri



Salah satu program dan aktifitas KBB Lentera Zaman dalam meningkatkan kesejahteraan dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan maka dengan melibatkan masyarakat setempat membuka usaha kaki lima berupa warung makanan. Adapun keterlibatan masyarakat dalam usaha tersebut adalah sebagai sharing modal dan operasional (penjual). Orientasi kedepan adalah lebih banyak masyarakat yang terlibat, sehingga harapannya dapat menyelesaikan masalah pengangguran dan masyarakat lebih mapan secara ekonomi.